Kuwait Tetap Beri Visa Kerja, Uni Eropa Bekukan Aset dan Larang Perjalanan
Jumat, 11 Agustus 2017, 00:24 WIBBisnisnews.id - Kuwait menyatakan akan terus memberikan visa kepada pekerja Korea Utara (10/8/2017) sementara Uni Eropa memberikan sanksi tambahan ke Korut di luar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Kuwait juga mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah berhenti mengeluarkan visa kerja untuk warga Korea Utara, menyanggah laporan Departemen Luar Negeri AS tentang perdagangan manusia yang dirilis pada bulan Juni, mengatakan negara Timur Tengah telah mengambil langkah membatasi kehadiran mereka.
Tanggapan Kuwait menunjukkan tantangan AS dalam meyakinkan negara-negara Teluk mengurangi ribuan pekerja Korea Utara terkait proyek-proyek konstruksi besar dan menutup restoran-restoran yang dikelola pemerintah di wilayah tersebut. Para ahli dan analis mengatakan bahwa uang yang diperoleh para pekerja guna membantu Pyongyang membeli barang mewah dan membangun rudal untuk mengancam wilayah Guam di AS, serta negara lain dan Asia sekutu AS.
Kuwait saat ini menjadi tuan rumah 6.064 pekerja Korea Utara, kata Otoritas SDM negara tersebut.
Kuwait juga menepis anggapan bahwa pihaknya telah menolak para pekerja agar tidak datang ke lokasi konstruksi. "Tidak ada rencana untuk mengusir buruh Korea Utara dan Kuwait tidak pernah melakukannya," kata pernyataan tersebut.
Namun, pada bulan Juni, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Kuwait telah berhenti mengeluarkan visa pekerja baru kepada pekerja Korea Utara.
Laporan Juni Departemen Luar Negeri AS menuduh bahwa sejak 2008, Korea Utara mengirim lebih dari 4.000 buruh ke Kuwait untuk kerja paksa dalam proyek konstruksi, yang dibuat oleh perusahaan Korea Utara dan dioperasikan Partai Pekerja Korea dan militer Korea Utara.
"Menurut laporan ini, karyawan bekerja 14 sampai 16 jam sehari sementara perusahaan mempertahankan 80 sampai 90 persen upah pekerja, dan memantau dan membatasi pekerja yang hidup dalam kondisi miskin dan berada dalam kondisi kesehatan yang sangat buruk karena kurangnya nutrisi dan perawatan kesehatan yang memadai," kata Departemen Luar Negeri AS
Sebagian besar pekerja Korea Utara di Teluk memperoleh sekitar 1.000 dolar per bulan, dengan sekitar setengahnya ditahan oleh pemerintah Korea Utara dan 300 dolar lainnya masuk ke manajer perusahaan konstruksi, kata para pejabat tersebut. Itu membuat para pekerja menerima upah 200 dolar saja selama satu bulan penuh, kata mereka. Bahkan 200 dolar sebulan bisa bertahan hidup di Korea Utara, di mana pendapatan per kapita diperkirakan hanya 1.700 dolar per tahun.
Di luar Kuwait, Pyongyang mengirim pekerja ke Oman, Qatar dan Uni Emirat Arab, semua sekutu A.S. Para pekerja menghadapi kondisi yang mirip dengan kerja paksa saat dimata-matai oleh petugas intelijen yang menyamar, makan makanan kecil dan menderita penganiayaan fisik, kata analis dan pejabat.
Negara-negara Teluk menjaga hubungan mereka dengan Korea Utara sementara sambil memasok minyak dan gas alam yang penting bagi Korea Selatan dan Jepang.
Bagi Kuwait, krisis Korea Utara yang sedang berlangsung menempatkan negara kecil yang kaya minyak itu dalam posisi yang sulit secara diplomatis. Negara ini menampung sekitar 13.500 tentara Amerika di selatan Kota Kuwait, yang juga merupakan rumah bagi komando depan Angkatan Darat AS yaitu Guam, yang kini terancam jadi target Pyongyang, menunjukkan kepentingan strategis Kuwait ke A.S.
Gawatnya, Kuwait juga menjadi satu-satunya kedutaan Korea Utara di Teluk.
Uni Eropa
Beda dengan Kuwait, Uni Eropa mengatakan telah memberikan sanksi terhadap 9 warga Korea Utara dan 4 entitas termasuk Bank Perdagangan Luar Negeri milik Korea, di luat yang sudah ada di dalam daftar sanksi.
Dalam sebuah pernyataan Kamis (10/8/2017), ia mengatakan bahwa pembekuan aset dan larangan perjalanan ditambahkan ke daftar sanksi Korut menyesuaikan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang baru.
Resolusi tersebut diadopsi minggu lalu sebagai tanggapan atas perkembangan senjata nuklir Korea Utara dan aktivitas rudal balistik.
Dari pemberitaan Associated Press, langkah Uni Eropa ini berarti bahwa 62 orang dan 50 entitas, seperti perusahaan, organisasi atau bank, kini berada di bawah sanksi sesuai dengan daftar PBB. Uni Eropa telah secara otonom melakukan tindakan pembatasan terhadap 41 orang dan 7 entitas lainnya. (marloft)