Penyelidik PBB Tuntut Akses Penuh Tanpa Batas ke Myanmar
Selasa, 19 September 2017, 17:24 WIBBisnisnews.id - Penyelidik HAM PBB pada hari Selasa 19 September mengatakan bahwa mereka membutuhkan akses penuh dan tak terbatas ke Myanmar untuk menyelidiki krisis yang sedang berlangsung, namun pemerintah menolak penyelidikan tersebut.
"Penting bagi kita untuk melihat dengan mata kita sendiri situs dugaan pelanggaran ini", kepala misi pencari fakta PBB, Marzuki Darusman, kewarganegaraan Indonesia mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia.
"Ada krisis kemanusiaan sedang terjadi yang membutuhkan perhatian segera," tambahnya.
Dewan membentuk misi tersebut pada bulan Maret untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran di Myanmar, dengan fokus khusus dugaan kejahatan yang dilakukan terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi telah berulang kali mengecam penyelidikan PBB karena hal itu tidak membantu dan bersumpah bahwa pemerintahnya tidak akan bekerja sama.
Suu Kyi pada hari ini menyampaikan pidato di televisi nasional mengenai krisis Rohingya, meminta pengamat luar untuk mengunjungi Myanmar dan melihat situasinya sendiri. Pidato ditujukan untuk menenangkan komunitas internasional.
Namun beberapa jam setelah pidato tersebut, Duta Besar Myanmar untuk PBB, Htin Lynn, menegaskan kembali keputusannya untuk melepaskan diri dari resolusi yang mengatur misi pencarian fakta tersebut.
"Kami percaya bahwa misi semacam itu bukanlah tindakan yang sangat membantu dalam menyelesaikan masalah Rakhine yang sudah rumit," katanya kepada dewan tersebut.
Darusman telah menaikkan tekanan pada Myanmar untuk memberikan akses, dengan alasan sesuai kepentingan pemerintah dan rakyat Myanmar untuk mengkomunikasikan pandangan dan bukti mereka secara langsung kepada misi PBB.
Dikutip dari AFP, ia menambahkan bahwa penyelidikan tersebut akan segera mengirimkan tim ke Bangladesh.
Penyelidik PBB, seorang veteran investigasi PBB di masa lalu termasuk untuk laporan pembunuhan pekerja budak di Korea Utara, memperingatkan bahwa Myanmar memiliki tanda bahaya dari sebuah krisis yang bisa memburuk.
Dia mencatat bahwa sebagian besar umat Buddha di Myanmar telah menyebarkan propaganda, membandingkan orang Rohingya dengan hama. (marloft)