Sidang e-KTP, Saksi Mengaku Bertemu Setya Novanto
Kamis, 16 Maret 2017, 19:48 WIB
Bisnisnews.id-Sidang lanjutan kasus korupsi berjamaah KTP Elektronik, yang merugikan negara Rp 2,3 triliun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menghadirkan saksi Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, Kamis (16/3/2017).
Dalam kesaksiannya Diah mengaku pernah bertemu Ketua DPR RI Setya Novanto terkait proyek KTP Elektronik pada Februari 2010 di Hotel Gran Melia, Jakarta sekitar pukul 06.00 WIB. Dijelaskan Diah, saat itu Setya Novanto mengatakan proyek KTYP Elektronik sangat strategis dan mengajak untuk berjaga bersama-sama.
Baca Juga
"Beliau katakan, KTP Elektronik merupakan program strategis nasional, jadi ayo kita jaga bersama. Setelah itu dia pergi," kata Diah saat menjawab pertanyaan Majeleis Hakim yang diketuai John Halasan.
Ketika dikejar pertanyaan lanjutan oleh Majelis Hakim, apakah hanya soal itu yang dibicarakan dengan Setya Novanto pada pertemuan pukul 6 pagi. Diah hanya menjawab tidak tahu.
"Saya tidak tahu yang mulia," jawab Diah. Namun Diah mengakui bahwa pertemuan itu dilakukan bersama dua pejabat Kemendagri, yaitu Irman dan Sugiharto, serta pihak swasta Andi Agustinus.
Selain itu Diah juga mengaku pernah bertemu dengan Setya Novanto saat menghadiri acara pelantikan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam sidang itu Jaksa Penuntut Umum KPK juga menanyakan kepada saksi apakah saksi saat itu hadir dengan Setya Novanto saat acara pelantikan Ketua BPK tersebut.
Namun Diah mengaku bertemu Setya Novanto dalam acara tersebut secara kebetulan dan bukan direncanakan. "Kebetulan kami berbaris mau salaman sama Ketua BPK yang baru," katanya.
Disinggung soal percakapannya dengan Setya Novanto, saksi mengatakan, Ketua DPR itu hanya menyampaikan pesan kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman. Saat itu, lanjut saksi, Setya Novanto minta tolong untuk disampaikan ke Irman, kalau ditanya sama orang bilangnya tidak kenal.
"Pak Setya Novanto menyampaikan, Tolong sampaikan ke Irman, kalau ketemu orang, ditanya, bilang saja tidak kenal saya," jelas Diah.
Namun, lanjut Diah, dirinya mengaku tidak bertemu dengan Irman usai pertemuan tersebut karena tidak lagi menjabat sebagai Sekjen Kemendagri lagi. Pesan itu disampaikan Diah melalui Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh saat ketemu mengajar.
"Saya tahu pesan sudah disampaikan karena saya sudah dikonfirmasi pada Irman oleh penyidik," kata Diah.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Kedua terdakwa diancam melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada sidang sebelumnya, Kamis (9/3/2017) Jaksa KPK, Irene Putri menuturkan mulai dari tahap awal hingga proses pembahasan dan pengadaan barang untuk proyek ini sudah tersistem dengan baik untuk melakukan penyelewengan. Hal ini bisa terlihat dari pihak pihak yang menerima kucuran uang pelicin dari proyek tersebut, selain legislatif.
"Bagi kami ini korupsi yang sangat sistematik. Bisa kita lihat ini dari mulai penganggaran, kemudian disitu melibatkan Bappenas, Kementerian Keuangan, teknis, kemudian DPR yang mengesahkan penganggaran," tegas Jaksa Irene.
Hal menarik pada persidangan Hari Kamis 9 Maret 2017 itu, mengemukakan tiga nama besar pimpinan dan anggota DPR serta pengusaha yang disebut-sebut menjadi perancang pembagian uang proyek KTP Elektronik. Ketiga anggota DPR itu adalah Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin. Sedangkan pengusaha tersebut adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Jaksa KPK dalam pembacaan dakwaan menyebutkan rencana jahatnya ini dirancang Andi Agustinus alias Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran KTP elektronik yang senilai Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen.
Dalam dakwaan itu juga ketiganya sepakat agar proyek tersebut digarap oleh BUMN dengan tujuan mudah diatur. Seperti telah dilansir banyak media, dalam dakwaan itu tercipta kesepakatan antara Andi Narogong, Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin.
Komposisi pembagian, seperti disebutkan dalam surat dakwaan:
Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen Sebesar 51 persen atau sejumlah Rp 2.662.000.000.000 dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyen.
Sedangkan sisanya, sebesar 49 persen atau sejumlah 2.558.000.000.000, akan dibagi-bagikan kepada sejumlah pejabat Kemendagri, termasuk para terdakwa, sebesar 7 persen atau sejumlah Rp 365.400.000.000. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261.000.000.000.
Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen. (Syam s) Baca juga: