Sri Lanka Jual 70 Persen Saham Pelabuhan Ke China
Senin, 31 Juli 2017, 00:46 WIBBisnisnews.id - Pemerintah Sri Lanka pada hari Sabtu (29/7/2017) menandatangani kesepakatan yang telah lama tertunda yaitu penjualan 70 persen saham sebuah pelabuhan di Sri Lanka senilai 1,5 miliar dolar ke China akibat beban berat dari pembayaran kembali pinjaman China yang awalnya diperoleh untuk membangun fasilitas tersebut.
Kesepakatan tersebut muncul setelah penundaan enam bulan sejak dimulainya penandatanganan kesepakatan kerangka kerja, yang segera menarik kritik dan protes publik.
Dokumen tersebut ditandatangani antara Otoritas Pelabuhan Sri Lanka dan BUMN China Merchants Port Holding Co. di ibukota Kolombo, di hadapan pejabat pemerintah Sri Lanka dan China. Menurut kesepakatan tersebut, perusahaan China tersebut akan menginvestasikan 1,12 miliar dolar di pelabuhan tersebut. Berdasarkan perjanjian kerangka awal, 80 persen saham akan dijual ke China.
Dua perusahaan lokal yang sahamnya dibagi antara perusahaan China dan Otoritas Pelabuhan Sri Lanka akan dibentuk untuk menangani operasi pelabuhan, keamanan dan layanan. Perusahaan China akan bertanggung jawab atas operasi komersial, sementara Otoritas Pelabuhan Sri Lanka akan menangani keamanan. Masa sewa selama 99 tahun.
Pelabuhan yang dibangun dengan pinjaman China selama pemerintahan mantan Presiden Mahinda Rajapaksa, dipandang telah gagal menjadi layak secara finansial sejak mulai beroperasi pada tahun 2011.
Sebelum terpilih pada tahun 2015, partai oposisi telah mengkritik proyek tersebut, namun pemerintah kemudian meminta bantuan China untuk membuat pelabuhan tersebut berjalan layak karena kinerjanya yang buruk dan beban pembayaran pinjaman yang berat.
Komitmen pelunasan pinjaman tahunan pelabuhan tersebut mencapai 59 juta dolar, dan pada akhir 2016, pelabuhan tersebut telah mengalami kerugian sebesar 304 juta dolar, menurut pemerintah.
Pelabuhan tersebut merupakan bagian dari rencana Beijing untuk jalur pelabuhan yang membentang dari perairannya ke Teluk Persia. Mantan Presiden Rajapaksa sangat bergantung pada China untuk proyek-proyek infrastruktur. Selama pemerintahannya, China telah memberikan pinjaman untuk bandara, pelabuhan laut, jalan raya dan pembangkit listrik dan menjadi investor terbesar di Sri Lanka.
Dari pemberitaan Associated Press, Pejabat Sri Lanka berulang kali menegaskan bahwa keamanan pelabuhan tersebut akan ditangani oleh Kolombo dalam upaya untuk meredakan ketakutan bahwa pelabuhan tersebut dapat digunakan oleh China sebagai pusat militer.
Kesepakatan tersebut juga memicu protes di dalam negeri dan pada bulan Januari, ratusan petani dan pendukung oposisi memprotes rencana penyewaan pelabuhan tersebut, dengan mengatakan bahwa kemitraan yang diusulkan sama saja dengan menjual negara tersebut. (marloft)